Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Ini Profil Benny Tjokro Bos Hanson

Benny Tjokro (Foto : )

Nama Benny Tjokro tidak asing di kalangan investor saham. Dia dikenal sangat berpengalaman di pasar modal karena telah berkecimpung sejak akhir 1980-an.  Benny Tjokro kerap sebut sebagai 'market maker' alias bandar besar saham. Namanya pertama kali dikenal saat diduga 'menggoreng saham' PT Bank Pikko Tbk pada 1997 bersama teman-temannya. Saat itu, BEI memberi sanksi kepada Benny dkk untuk mengembalikan hasil keuntungan penjualan saham tersebut ke kas negara sebesar Rp1,5 miliar. Handoko Tjokrosapoetro, ayah Benny, saat tak sreg dengan keputusan anaknya bermain di pasar saham. Handoko adalah putra Handianto Tjokrosaputra, pemilik Batik Keris Solo yang melegenda sejak 1920. Benny beberapa kali ditugasi ayahnya untuk mengurus bisnis keluarga, termasuk Keris Gallery. Dia juga sempat diminta untuk mengurusi soal tanah karena keluarganya berbisnis properti. Upaya mengalihkan perhatian Benny gagal, karena dia tak meninggalkan aktivitas bermain saham. Pada 31 Oktober 1990, Hanson International yang merupakan perusahaan manufaktur tekstil IPO di Bursa Efek indonesia (BEI). Sejak saat itu, perusahaan yang didirikan pada 1971 ini kerap beralih bisnis, termasuk masuk ke sektor tambang dan energi pada 2008. Pada 2013, Hanson fokus di bidang properti dengan banyak membeli bank tanah (landbank) di Tangerang, Bogor, Lebak, dan Rangkasbitung. Saat ini, Hanson fokus mengembangkan kota di Maja dan Serpong. Pada Oktober 2019, Benny Tjokro yang menduduki posisi komisaris utama Hanson harus 'turun gunung' menjadi dirut. Keputusan tersebut diambil setelah Hanson melanggar aturan karena melakukan pengumpulan dana masyarakat yang seharusnya hanya boleh dilakukan lembaga keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta Hanson untuk melunasi dana nasabah paling lambat akhir 2020. Namun, dana itu sebagian besar dibelikan untuk membeli lahan sehingga arus kas perseroan tidak cukup untuk melunasi dana nasabah. Belum selesai krisis tersebut, Benny Tjokro kini tersangkut kasus Jiwasraya. Kejaksaan Agung menetapkan Benny sebagai tersangka. Dia ditahan hingga 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Skandal kasus di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) memunculkan nama Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro. Namanya beberapa kali dikaitkan dengan masalah yang saat ini menerpa Jiwasraya maupun Asabri. Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dia diduga terlibat dalam aksi perusahaan asuransi pelat merah itu menggoreng saham-saham berkualitas rendah. [caption id="attachment_268667" align="alignnone" width="900"] Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
(Foto: Istimewa)[/caption] Ini lantaran dua BUMN asuransi tersebut menempatkan dana investasi besar di perusahaan propertinya tersebut. Dalam kasus kerugian Asabri, nama PT Hanson Internasional maupun Benny Tjokro juga kembali disangkut-pautkan. Asabri sendiri diketahui menempatkan dananya besar di perusahaan yang berkantor di Mayapada Tower, Jalan Sudirman, Jakarta itu. Dilihat dari laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Asabri memiliki persentase saham besar di Hanson Internasional dengan share 5,401 persen dengan jumlah 4.682.557.200 saham. Benny Tjokro juga diketahui memiliki porsi saham yang besar di Hanson Internasional dengan kepemilikan 4,25 persen atau 3.685.467.431 saham. [caption id="attachment_268661" align="alignnone" width="720"] Nama Benny Tjokro tidak asing di kalangan investor saham. Dia dikenal sangat berpengalaman di pasar modal karena telah berkecimpung sejak akhir 1980-an.  (Foto: Istimewa)[/caption] Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut pemilik PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro memiliki utang ke PT Asabri (Persero). Mengutip Kontan, Benny Tjokrosaputro sudah tidak asing lagi di kalangan investor saham. Cucu dari Kasom Tjokrosaputro, sang pendiri grup usaha Batik Keris, ini masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun 2018. Benny ditempatkan Forbes di urutan ke-43. Majalah bisnis itu menaksir kekayaan pria yang lahir pada 15 Mei 1969 di Surakarta ini mencapai 670 juta dollar AS. Saham gorengan Asabri Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen, termasuk Hanson Internasional. Berikut portofolio saham Asabri antara lain Bank Yudha Bhakti (BBYB) sebanyak 20,13 persen, Alfa Energi Investama (FIRE) sebanyak 23,60 persen, Hartadinata Abadi (HRTA) sebanyak 5,26 persen, dan Island Concept Indonesia (ICON) sebanyak 5,02 persen. Kemudian Asabri juga memiliki saham di Inti Agri Resources (IIKP) sebanyak 11,58 persen, Indofarma (INAF) sebanyak 13,92 persen, Hanson Internasional (MYRX) sebanyak 5,40 persen, Pelat Timah Nusantara (NIKL) sebanyak 10,31 persen dan Prima Cakrawala Abadi (PCAR) sebanyak 25,14 persen. Terseret Jiwasraya Sementara dalam kasus Jiwasraya, Benny Tjokro juga jadi salah satu saksi yang dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyelidikan. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan ada indikasi dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Jaksa Agung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan Nomor Trim 33/F2/Fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019. Jiwasraya menyerah dan tak sanggup memenuhi kewajiban pembayaran yang mencapai Rp12,4 triliun. Pengelolaan yang salah oleh manajemen lama dalam penempatan dana nasabah menjadi sebab ambruknya kinerja Jiwasraya. Berdasarkan catatan BPK, selain dari saham, Jiwasraya juga menempatkan dana di Hanson lewat Medium Term Note (MTN) atau surat berharga berjenis utang. Pada 1 Januari 2018 bernilai Rp1,03 triliun. Nilai saham itu tinggal Rp556,7 miliar pada 10 Oktober 2018. Artinya nilai saham PPRO milik Jiwasraya turun sekitar Rp473,21 miliar. Jiwasraya juga memiliki saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR). Pada 1 Januari 2018, nilai SMBR milik Jiwasraya sekitar Rp 3,46 triliun. Nilai saham itu menjadi Rp2,09 triliun pada 10 Oktober 2018 atau turun sekitar Rp1,37 triliun. Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019. Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019. (Berbagai Sumber)