EKSKLUSIF: Pasha 'Ungu', Wakil Walikota yang Kini Membidik Jabatan Gubernur

EKSKLUSIF: Pasha 'Ungu', Wakil Walikota yang Kini Membidik Jabatan Gubernur (Foto Istimewa) (Foto : )

Pasha 'Ungu', Wakil Walikota yang kini membidik jabatan gubernur adalah sah-sah saja bagi seorang publik figur yang berasal dari kalangan selebritis, yang kemudian berpindah haluan menuju ranah politik, yang memang banyak menyimpan cerita. Saat redaktur senior antvklik.com, Yusuf Ibrahim berkesempatan bertemu dengan Pasha yang bernama asli Sigit Purnomo Syamsuddin Said, di salah satu sudut kota Jakarta, berceritalah Pasha, yang kini Wakil Walikota Palu dan ingin maju sebagai Cagub Sulteng. Pasha juga bercerita, 13 tahun lalu Bandnya Ungu pernah ditanggap khusus nyanyi 'Demi Waktu' yang diulang hingga 13 kali berturut-turut oleh salah satu konglomerat negeri ini dan cuma lagu itu doang. Menarik..... Lantas mengapa Pasha begitu 'berambisi' untuk terus duduk di jabatan publik?, Apa yang mendorongnya? Berikut tanya-jawab eksklusif redaktur senior Yusuf Ibrahim (YI) dengan Pasha Ungu (PU) YI: Setelah jadi wakil wali kota Palu, kemudian berniat jadi gubernur. Sebenarnya apa sih nikmatnya jadi politikus yang birokrat? PU: Yang pertama, yang perlu dikoreksi dari itu. bukan kita berniat jadi gubernur, tetapi ada dasar kami, kenapa kami harus maju menjadi bakal calon gubernur. Yang pertama, memang keinginan masyarakat sosial bahwa berdasarkan survey, survey independen atau lembaga-lembaga politik yang lain, Alhamdulillah cukup banyak suara-suara yang menginginkan untuk mengambil peran dan kompetisi. Kalau ditanya kenapa sih berkeinginan untuk menjadi politisi birokrasi, kalau jawaban yang slengeannya, jarang anak band, cuma satu orang, cuma saya. Bukan hanya di Indonesia, di dunia. Saya ambil contoh seperti Rolling Stone, ada yang jadi wali kota atau wakil wali kota?gak. Beattles misalnya. Arnold aktor, his not a musician. Beliau ada temannya, Rano Karno. Jarang, gak ada, jadi saya pengen sesuatu yang berbeda. Yang kedua, kami di wilayah yang disebut dengan eksekutif, kami adalah eksekutor pembangunan sehingga kami bisa langsung memantau, kami bisa langsung menyusun baik itu dari perencanaannya, baik itu penempatan personilnya, baik itu pembiayaannya, dan seluruh komponen yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan itu, kami adalah eksekutif, itu hal yang menurut saya, paling tidak memastikan bahwa pembangunan akan betul-betul terjalankan. YI: Kemudian pesan anda para seleb, artis, atau musician yang berniat menjadi politikus, nah itu apa? Berdasarkan pengalaman apa? PU: Menjadi anggota dewan dan menjadi seorang kepala daerah itu dua hal yang berbeda, anggota dewan melaksanakan apa yang menjadi aspirasi masyarakat, kami kembali lagi ke persoalan eksekutor tadi. Buat teman-teman yang ingin maju, saya kira tidak ada salahnya, Undang-Undang mengatur bahwa siapa pun boleh maju, setiap warga negara boleh maju. Dia tidak melihat backgroundnya artis, tidak melihat backgroundnya petani, tidak melihat backgroundnya nelayan, apapun dia betulkan. Tapi yang paling utama adalah bagaimana kita membangun, YI: Ketika kita bicara kualifikasi dan kompetensi? PU: Saya kira tidak fair juga kalau kita mengukur orang dari itu, karena ada domain khusus yang mengatur itu. Misalnya ada badan-badan verifikasi, ada lembaga-lembaga yang akan melakukan per-klasifikasian, persyaratan bahwa siapa-siapa saja yang kira-kira kita sebut layak atau bahasa saya asas kepantasan tadi itu, untuk maju. Karena berbicara kecerdasan, kemampuan, itu relatif. Kita tidak bisa bilang orang bahwa dia tidak mempunyai kompetensi misalnya. Karena semua orang saya yakin punya sesuatu yang luar biasa, mungkin tidak sempat dilihat oleh orang lain. YI: Jadi point pesannya untuk para teman-teman yang lain, apa sih? PU: Untuk artis terbuka, bangun niatnya dulu. Membangun niat bahwa this is real for people misalnya, untuk masyarakat. YI: Jadi, tidak bermodalkan popularitas bah wa kemudian kompetensi bisa dipelajari? PU: Sebenarnya artis tidak pernah ngomong bahwa artis itu bermodalkan popularitas, tapi partai-partai yang menggunakan mereka lah yang justru bersandar pada itu. Tapi apakah itu salah? Itu enggak, gak salah juga YI: Yang menarik tadi bahwa kalau sosok karisma atau apa itu menjadi modal, itu penjelasannya gimana? PU: Urusan karisma itu kan urusan Tuhan. This is give gitu loh. Saya bilang abang gak berkarisma, orang lain bilang abang berkarisma, itu karisma. Dimata anaknya abang, saudaranya abang, abang punya karisma. Tapi biasanya memang karisma itu memang diukur dengan suatu kesuksesan, capaian, misalnya gitu kan. Nanti orang sukses dulu baru kau ber-aura, misalnya gitu kan, berkarisma misalnya. Saya kira itu, saya tidak mau terlalu dipusingkan dengan persoalan-persoalan itu biarlah orang menilai itu, apakah punya karisma atau tidak. Pada intinya, pada prinsipnya hari ini, kami masuk dalam bursa Pilgub SulTeng. Kita akan jalani proses ini, apakah jalan ini ada, apa nanti seperti apa, kita gak tau YI: Sejauh mana keyakinan lolos sebagai Cagub? PU: Sebagai kader partai, saya harus yakin. Kenapa? Karena partai kami juga partai besar. Kami memiliki kursi di parlemen sebagai persyaratan untuk maju dalam kontestasi ini. Pasti akan koalisi karena tidak ada yang tidak berkoalisi. YI: Mas Pasha serius menyiapkan hal itu? PU: Tidak ada pilihan lain, kami harus siap. Karena ini perintah juga kan. YI: Apa kabar dengan band Ungu? PU: Alhamdulillah Ungu baik. YI: Apa bedanya dengan menjadi gubernur? PU: Gubernur ini kan apa bedanya dengan direktur TV. Maksudnya sama-sama mengurus sesuatu kan, sistemnya manajerial kan, hanya karena memang kepala daerah ini kan berafiliasi dengan masyarakat, berafiliasi dengan perencanaan pembangunan misalnya, sehingga orang mengatakan wah ini orang harus terukur nih capaian-capaian kerjanya, tapi saya kira kan hampir sama juga, di swasta kan juga sama seperti itu. Jadi, jangan lah kita terlalu mengkultuskan suatu posisi jabatan. Hari ini seorang menteri, biasa aja tuh, ada yang pakai ransel, naik mrt, ada yang naik gojek. So, gimana kita lihat sesuatu yang aneh. Saya gak tahu apakah ini memang zamannya, atau gimana, gak ngerti juga. Tapi pada prinsipnya, saya tidak pernah mengspesialkan suatu posisi jabatan. Hari ini saya menjadi wakil wali kota, so what gitu? Karena wakil wali kota akan diukur dari kinerjanya dia. Tidak dilihat dari, dia akan melakukan seluruh proses hidupnya seperti apa. Hari ini saya nongkrong di depan situ, so what gitu? Kenapa? YI: Mas Pasha ini kan menjadi wakil wali kota dan menjalankan keluarga dengan memiliki tujuh anak, bagaimana pembagian waktu dengan keluarga? PU: Sesungguhnya waktu tidak pernah saya atur, tetapi waktu lah yang menyesuaikan dengan kondisi saya. Yang saya maksud adalah begini, di saat memang kami bekerja ya kami bekerja. YI: Dalam sepekan hari keluarga ada berapa hari? PU: At least, one day for week gitu. Satu hari dalam satu minggu lah, itu juga kalau ada catatan. Maksudnya kalau kan saya tugasnya di Palu, kalau ada perjalanan dinas ke Jakarta ya sekalian pulang. YI: Keluarga mengerti? PU: Alhamdulillah ya. Kan anak-anak masih pada kecil jadi di Jakarta. YI: Jadi aman? PU: Aman, In Shaa Allah. YI: Ada yang ingin disampaikan? PU: Mohon doanya. Mudah-mudahan, apapun proses yang saya jalani hari ini, ada jalan baik gitu kan, bisa menghasilkan sesuai dengan apa yang kita harapkan juga.   DEMI WAKTU Aku yang tak pernah bisa lupakan dirinya Yang kini hadir di antara kita Namun 'ku juga takkan bisa menepis bayangmu Yang selama ini temani hidupku Maafkan aku menduakan cintamu Berat rasa hatiku tinggalkan dirinya Dan demi waktu yang bergulir di sampingmu Maafkanlah diriku sepenuh hatimu Seandainya bila 'ku bisa memilih Kalau saja waktu itu 'ku tak jumpa dirinya Mungkin semua takkan seperti ini Dirimu dan dirinya kini ada di hatiku Membawa aku dalam kehancuran Maafkan aku menduakan cintamu Berat rasa hatiku tinggalkan dirinya Dan demi waktu yang bergulir di sampingmu Maafkanlah diriku sepenuh hatimu Seandainya bila 'ku bisa memilih Maafkan aku menduakan… https://www.instagram.com/p/B6M0v45HHy2/?utm_source=ig_web_copy_link