Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini merupakan penyebab kematian nomor empat di dunia, dan diprediksi akan menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia pada tahun 2020. PPOK terjadi lebih sering pada usia di atas 40 tahun. Apa gejalanya? Apa pula penyebabnya? Sedikitnya ada 3 juta kematian setiap tahunnya akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sehingga PPOK saat ini tercatat sebagai penyebab kematian nomor empat di dunia. PPOK diprediksi akan menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia pada tahun 2020. Secara global, beban PPOK diprediksi akan semakin meningkat dalam beberapa dekade ke depan karena pajanan terhadap faktor risiko terutama rokok di negara-negara berkembang dan meningkatnya usia populasi di negara maju. Sedangkan kesadaran dan stigma di masyarakat terhadap penyakit ini masih terbatas.
Berdasarkan BOLD (The Burden of Obstructive Disease) diperkirakan ada 384 juta kasus PPOK di tahun 2010. Di Indonesia sendiri berdasarkan Riskesdas 2013 diperkirakan terdapat 9,2 juta jiwa penderita PPOK. RISKESDA 2013, prevalensi PPOK berdasarkan wawancara tanpa menggunakan spirometri sebagai baku emas diagnosis PPOK adalah sebesar 3,7%.
PPOK terjadi lebih sering pada usia di atas 40 tahun dan memiliki riwayat terpajan faktor risiko PPOK, dimana yang paling sering adalah merokok. Faktor penting lainnya termasuk debu dan uap zat kimia di tempat kerja, serta asap bahan bakar biomass untuk memasak dalam ruangan dengan ventilasi yang buruk, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Stadium awal PPOK sering tidak disadari, sebagian karena banyak individu yang merasa gejala sesak, batuk kronis dan bertambahnya produksi dahak sebagai hal yang normal seiring bertambah tua atau merupakan konsekuensi yang wajar akibat merokok. Edukasi pasien serta usaha secara global untuk meningkatkan deteksi dini dapat membantu untuk mengurangi bertambahnya beban penyakit PPOK.
[caption id="attachment_260133" align="alignnone" width="900"]
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) sebagai wadah dokter-dokter paru di Indonesia mempunyai visi dan misi sebagai organisasi profesi yang akan terus memperjuangkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan pernapasan, secara rutin menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat dalam memperingati hari PPOK sedunia.
"Temanya sekarang gimana secara bersama untuk menangani PPOK agar jangan sampai terjadi banyak sekali pasien PPOK dan yang paling penting adalah membangun kesadaran dari masyarakat tentang bahaya dari PPOK akibat dari merokok nya atau mungkin juga dengan polusi udaranya." Dr. Budhi Antariksa, Sp.P(K) Ph.D, Ketua Divisi Asma PPOK FKUI-RSUP Persahabatan.
Dalam upaya preventif terhadap penyakit PPOK maka bentuk pencegahan yang dapat dilakukan adalah berhenti merokok. Pelayanan multidisiplin mulai dari penyuluhan, pemberian farmakoterapi, hingga kolaborasi dengan bagian rehabilitasi medik dan kesehatan jiwa merupakan bentuk keseriusan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan bantuan dalam mewujudkan niatnya untuk berhenti merokok.
Metode skrining berupa pemeriksaan spirometri juga dilakukan agar dapat menjaring pasien PPOK sejak dini. Bagi pasien yang terdiagnosis PPOK, pelayanan kesehatan secara menyeluruh juga terus diberikan dalam rangka memperbaiki status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia juga turut mengusulkan dan mendorong ketersediaan obatobatan PPOK dalam bentuk inhaler yang terjangkau oleh masyarakat luas dalam program BPJS. Sehingga diharapkan segala upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk PPOK dapat terlaksana dan tercapai.
[caption id="attachment_260134" align="alignnone" width="900"]