Festival Kuwung atau Festival Pelangi kembali digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (7/12/2019) malam. Tema yang diangkat adalah Gumelare Bumi Blambangan atau Hamparan Bumi Blambangan. Digelar di sini parade tari-tarian dan fragmen yang menggambarkan segala potensi seni budaya yang ada di Banyuwangi. Festival ini adalah festival tertua di Banyuwangi. Ajang parade budaya yang dikemas dalam Festival Kuwung digelar Sabtu (7/12/2019) malam. Kuwung berarti pelangi. Menggambarkan tradisi warga suku Osing di ujung timur pulau Jawa. Festival Kuwung menjadi etalase kebudayaan dan seni asli Banyuwangi . Festival ini dihadir yang beragam untuk tetap lestari.Festival ini akan digelar malam hari. Sebagaimana maknanya pelangi, festival ini akan menjadikan suasana malam di Banyuwangi bagaikan bertabur warna. Kostum beraneka warna yang dikenakan, berbagai alat musik tradisional Banyuwangi yang digunakan hingga lampu hias warna-warni yang semakin menyemarakkan parade.Festival tertua di Banyuwangi, Jawa Timur ini juga dimeriahkan kesenian dari beberapa daerah lain seperti Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Jembrana, Bali. Juga Kabupaten Kediri dan Kota Probolinggo. Gelaran festival ini dipusatkan di halaman depan Kantor Bupati Banyuwangi, Jl. Achmad Yani.Gabungan seni tari dan budaya daerah dengan dibalut musik Islami dari bumi Blambangan menjadi pembuka ajang tahunan ini. Para penari dan fragmen lengkap dengan kostum warna-warni nampak semarak. Apalagi saat paduan kesenian Bali tampil lengkap dengan ragam tata lampu hias yang menambah indah performa.Provinsi Kalimantan Timur mengejutkan para penonton dengan tarian Parahudok. Menceritakan tentang penjaga gerbang kahyangan dan bumi sebagai bentuk penjelmaan roh luhur untuk menyelamatkan manusia dari keburukan.Kemudian disusul parade kedua dari Kabupaten Jembrana, Bali dengan tarian Ajeg Wereh. Menceritakan kisah mahluk hidup untuk menghargai dan menyayangi sesama manusia serta menjaga alam.[caption id="attachment_257522" align="alignnone" width="900"]
Ini terkait kisah dibukanya lahan hutan untuk pemukiman penduduk. Namun dalam perjalanannya, timbul konflik antara manusia dan makhluk astral penunggu hutan tersebut, yang diakhiri dengan persetujuan bahwa jin mau menyingkir asalkan manusia mengganti pohon-pohon yang ditebang dengan menanam pohon Gontang di tepi-tepi sungai, yang kini dikenal dengan Gintangan Kelompok kedua menampilkan sejarah Brengos Perada Bara di Rajeg Wesi. Kelompok berikutnya mengangkat tradisi “Mongso Ketigo” yang diikuti kelompok mengangkat kisah Tutur Ki Wongsokaryo.Sebagai penutup, pertunjukan agrowisata 'Semriwing Kembang Kopi' yang diinspirasi dengan melimpahnya kekayaan kopi Banyuwangi.Para peserta festival kuwung ini berjalan sejauh 3 kilometer dengan menyusuri jalanan perkotaan Banyuwangi dari depan Kantor Pemkab Banyuwangi hingga finish di Taman Blambangan. Happy Oktavia | Banyuwangi, Jawa Timur