Kemenkeu Proses Aduan Korban Perampasan Tanah Hasil Lelang Negara

Nasib Pembeli Lelang Negara (Foto : )

Dalam hitungan hari setelah terima surat pengaduan korban perampasan tanah yang dibeli dari lelang negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Dirjen Kekayaan Negara untuk menangani masalah tersebut.Drg. Robert Sudjasmin bersama Sekjen FKMTI Agus Muldya mendatangi kantor Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat (15/11) untuk mengetahui sejauh mana penanganan tanah yang dibelinya dari lelang negara 30 tahun lalu. Namun hingga kini tanah tersebut  justru dikuasai PT SA. Robert heran, dia membeli resmi dengan membayar pajak pembelian dan yang melelang lembaga negara tapi dia tak bisa memiliki." Saya membeli resmi dari instansi resmi, rencananya buat bikin rumah sakit bareng kawan-kawan alumni UI. Tapi 30 tahun tak bisa memiliki, Di mana tanggung jawab negara? " kata Robert Sudjadmin.Sekjen FKMTI meminta negara, dalam hal ini Kemenkeu, harus bertanggung jawab mengembalikan hak warga negara. Caranya, lanjut Agus, bukan mengikuti permainan mafia perampas tanah yang mengulur-ulur waktu ke pengadilan agar korban semakin lelah dan akhirnya tidak mendapat haknya sampai akhir hayat.Agus menegaskan Lembaga eksekutif tidak menggunakan kewenangannya untuk membantu korban perampasan tanah. Padahal, perintah Presiden Jokowi pada tanggal 3 Mei 2019 jelas, agar segera diselesaikan kasus perampasan tanah agar korban mendapat keadilan. Apalagi, lanjut Agus, Menkopolhukam Mahfud MD juga sudah mendengar sendiri cerita seorang korban perampasan tanah. "Pak Robert beli dari lelang negara. Tanahnya akan buat rumah sakit bersama dengan dokter-dokter alumni UI. Kok bisa tanahnya dikuasai Konglomerat. Pasti ada mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat BPN," ungkap Agus.Menurut Agus masalah tanah Robert Sudjadmin sebetulnya sederhana tetapi dibuat rumit oleh para pejabat berwenang. Pihak Kementerian Keuangan dan Kementerian ATR/BPN tinggal duduk bareng mempelajari berkas dokumen dan menjalankan kewenangan eksekutifnya bukan melempar tanggungjawab jadi persoalan yudikatif. Dalam hal ini, kementerian keuangan melelang tanah seharusnya sudah melalui verifikasi pihak BPN. Jadi BPN tinggal menggunakan kewenangannya untuk membatalkan HGB tanah yang tidak jelas asal usulnya.Menurut Agus jika lembaga eksekutif membiarkan perampas tanah merajalela jangan heran investor enggan masuk bahkan lari dari Indonesia. " Pak Robert saja yang membeli dari lelang negara bisa dirampas mafia tanah, dan negara membiarkan nasib warga negaranya terlunta-lunta selama 30 tahun. Investor pasti akan berpikir 1000 kali menanam modalnya di Indonesia Jika negara justru takut melawan mafia perampas tanah, " ungkapnya.Jadi, lanjut Agus, pemerintah harus berani memberantas mafia perampas tanah dan menindak oknum pejabat yang menjadi beking mafia tanah. Bukan sebaliknya, menganggap para perampas tanah adalah rekanan pemerintah yang harus dipelihara keberadaannya. " Ini bentuk penjajahan yang dilegalkan negara, jelas melanggar Pancasila dan UUD 45 kalo menelantarkan hak warga negara tetapi membiarkan perampas tanah berkeliaran di negeri ini,"  tandasnya.