Cendrawasih Wilson. (foto: Andhy Ps/ Dir.FFI IP R4)[/caption]Tak heran Hutan Warkesi juga buruan wisatawan ketika di Raja Ampat. Di sini anda bisa melihat Cendrawasih hidup di alam bebas.Setelah naik mobil sekitar 10 menit dari hotel kami pun sampai di Warkesi. Langit Papua masih tak bercahaya. Gelap dan suram. Suara binatang yang tak jelas jenisnya apa terdengar riuh. Untuk melihat Cendrawasi ada dua kesempatan tiap harinya. Pagi dan sore, saat mereka cari makan. Hanya saja, pagi lebih baik. Bulu Cendrawasih yang kena matahari akan terlihat indah.Petualangan dimulai. Sebelum masuk hutan Warkesi, Edwin mengingatkan kami untuk mengambil potongan kayu yang bisa dipergunakan sebagai tongkat selama perjalan.“Bawa tongkat ya. Jalan yang kita tuju mendaki dan sedikit licin,” kata Edwin.Semula saya pikir ini adalah perjalanan yang mudah namun ternyata saya salah. Ini perjalan yang berat dan melelahkan. Awalnya kami berpikir banyak binatang buas dalam hutan Warkesi."Tidak ada binatang buas, yang ada paling ular namun itupun jarang," ungkap Edwin.Medan terjal dengan jalan yang licin membuat kita yang bisa tinggal di kota kewalahan. Entah berapak kali kami terpaksa istirahat untuk mengatur nafas. Tentu ini berbeda dengan Edwin, Edwin terlihat santai saja. Sesekali terdengar Edwin memberi semangat pada kami. “Ayo kaka dekat lagi. Cuma satu tanjakan.” Percayalah itu cuma rayuan Edwin agar kami tak menyerah. Tanjakan yang harus dilalui bukanlah satu tapi banyak. Dengan medan yang semakin ke atas makin sulit.”Sepertinya ini kali pertama dan terakhir saya cari-cari cendrawasi ke hutan. Saya ga mau lagi. capeeeeek,” pikir saya di tengah perjalananSetelah berjalan sekitar 30 menit, kami sampai di puncak Warkesi. Ketika itu langit mulai berwarna. Kata Edwin untuk melihat Cendrawasih harus naik ke rumah pantau cendrawasi. Rumah pantau berada di atas pohon. Kita harus naik tangga untuk sampai ke atas.“Oh Tuhan, apalagi ini. Tak cukupkah jalan terjal yang baru kami lalu. Masih harus naik rumah pohon,” batin saya.“Ayo semangat kawan-kawan. Jangan sampai tidak lihat cendrawasih. Sayang sekali sudah di atas."Baiklah saya dan teman-teman pasti naik. Tapi atur nafas dulu. Wkkwkw..“Pulang ke Jakarta kita harus biasakan diri olahraga di. Jangan sampai jalan sebentar aja, nafas dah mau ilang gini,” ungkap saya ke teman saya Diana. Sampai di atas rumah pohon. Matahari mulai terang. Dan kami bisa bisa melihat cendrawsih dengan jelas.“Oh Tuhan ini kah yang disebut-sebut orang sebagai burung surga itu. Begitu indah. Lincah bergerak dari satu pohon ke pohon lain. Sesekali terlihat mereka menari. Bulunya terlihat indah terkena sinar matahari. Begitu menakjubkan. Ada sekitar sebelas ekor cendrawasih yang kami liat pagi itu.