Percayalah! Banyak Orang Baik Masuk Neraka!

Percayalah! Banyak Orang Baik Masuk Neraka! (Foto : )

Api neraka berkobar-kobar. Suara cambuk bercetaran. Besi panas berdentangan. Gelak tawa riuh rendah terdengar. Nyanyi-nyanyian berkumandang. Ada apa di neraka sana? Bedug Subuh di Kampung Kenyot bertalu-talu. Kokok ayam jantan bersahutan. Mentari masih malu-malu. Hanya memancarkan sinar merah di ufuk sana. Selimut kabut pun mulai menyingkir dari dekapan Gunung Kedut. Damai, kata manusia. “Kelak, neraka akan penuh sesak! Tak akan muat menampung para pendosa!” gumam Mbah Sastro sambil menyeruput es teh setengah manis. Mbah Sastro menyalakan rokok pertamanya setelah puasa Selasa – Jumat selama 40 hari. Dalam mimpinya semalam, tuan Rumah Bacot ini ikut ceramah. Pembicaranya seorang pemuda. Berjenggot dan berlogat Yaman. Dalam ceramah itu, si pemuda berbicara lantang dan yakin. Sesiapa yang namanya tidak menggunakan nama Islam, tak bakal dipanggil ke Surga oleh Allah. Mbah Sastro tersentak. Bangun dari duduk santainya. Tiba-tiba terdengar suara tawa mengekeh. Burung hantu yang ada di pohon petai depan rumah beterbangan. Mak Lampir ternyata sudah duduk lama mengamati teras depan Rumah Bacot. “Kamu masih memikirkan mimpimu semalam, Mbah?” tanya Mak Lampir. “Jancuk!” Mbah Sastro mengumpat. Bersungut kesal. Degub jantungnya masih kencang. Terkejut setengah hidup. “Si anak muda itu baru belajar ngaji. Santai aja!” sambung Mak Lampir. Mbah Sastro menjawab, “Bayangkan, betapa sesaknya neraka jika orang-orang baik juga berada di neraka hanya karena nama mereka seperti namaku, Sastro, Dalijo, Ngayadi, Pujo, Nyoman, dan lain-lain. Nama-nama yang dianggap tidak Islami.” “Setahuku tidak ada nama-nama Islami, Mbah! Adanya nama-nama yang pakai bahasa Arab!” kata Siti Maimunah alias Mak Lampir. “Muhammad bin Abdullah yang jadi Nabi itu saja hanya menganjurkan untuk memberi nama yang baik. Bukan memberi nama beraroma Arab.” seru Mak Lampir. Ya … Mbah Sastro ingat saat berkunjung ke rumah Mansour Al Hallaj beberapa tahun lalu. Saat melewati Jazirah Arab, bertemu dengan orang Kristen, Yahudi, penganut Zoroaster dan lain-lain. Mereka menyandang nama-nama Arab. Ada yang bernama Abdullah, Amir, Husein, Mia Khalifa, Azizah. Mbah Sastro menyeruput es teh setengah manisnya. “Ah, peduli amat! Berapa orang sih yang pakai nama dari sono?! Emangnya semua masuk surga hanya dengan label nama?!” “Mak, ada nama di Al Qur’an yang tidak pernah dipakai,” kata Mbah Sastro. “Apa?” Mak Lampir penasaran. “Syaiton Nirojim!” kata Mbah Sastro. Mbah Sastro melirik kearah Mak Lampir. Air menitik jatuh dari sudut matanya. “Kenapa kamu, Mak? Kok nangis?” tanya Mbah Sastro. Mak Lampir membisu. Tatapannya menerawang Gunung Kedut. Ia hanya bergumam, pemuda yang sama pernah datang dalam mimpinya pula. Ia tidak memperbolehkan Mak Lampir menyebut Bumi Pertiwi.  “Lihat foto ini … Dia tetap cantik meski namanya tidak berbau onta! Dian Paramita Sastrowardoyo ... Ini lebih penting buatku!” suara Mbah Sastro meninggi menghibur Mak Lampir. [caption id="attachment_239139" align="alignnone" width="897"] Foto: Pinterest.com[/caption] Sumber: Bumi Pertiwi - Makinuddin Samin