Mitos di seputar batik, hanya sedikit yang pernah dengar. Misalnya, mitos motif batik Sidoluhur bahwa sang pencipta motif ini pada awalnya harus menahan nafas berlama-lama ketika melukisnya. Kemudian berkembang di kalangan tertentu bahwa batik motif Sidoluhur dipakai untuk bersamadhi mengolah nafas menuju makrifat. Batik memang unik dan asyik …
Mitos seputar batik, maupun penciptaan motif batik, hingga daya guna simbol motif batik memang tidak banyak yang pernah mendengar.
[caption id="attachment_234591" align="alignnone" width="800"] Batik Sidoluhur[/caption]
Motif Sidoluhur, mitosnya, Ki Ageng Henis sang pencipta motif mendapatkan wahyu. Wahyunya menggambar motif Sidoluhur sambil megeng atau menahan nafas. Dengan demikian seluruh doa dan harapan dapat tercurah secara penuh ke kain batik. Jadilah Sidoluhur sebagai karya cipta seni jiwa yang disinkronkan dengan petunjuk kalbuni.
Konon motif Sidoluhur dibuat khusus oleh Ki Ageng Henis untuk anak keturunannya. Harapannya agar si pemakai dapat berhati serta berpikir luhur sehingga dapat berguna bagi masyarakat banyak. Dalam perkembangannya kalangan tertentu mengenakan batik motif Sidoluhur untuk bersamadhi, mengolah nafas menuju makrifat.
[caption id="attachment_234576" align="alignnone" width="600"] Bermacam Pola Batik Parang[/caption]
Motif Parang, diciptakan keturunan Ki Ageng Henis yaitu Danang Sutawijaya/Panembahan Senopati yang adalah Raja Mataram pertama (bertahta 1587–1601). Mitosnya, ia mendapat wahyu semasa melakukan teteki (menyepi dan bersemadi) di goa pinggir laut selatan. Ia begitu kagum terhadap stalagmit dan stalaktit dalam goa.
[caption id="attachment_234556" align="alignnone" width="640"] Batik Truntum (Truntum Gurdo)[/caption]
Motif Truntum atau Tumaruntum, artinya tumbuh bersemi. Di atas kain hitam legam, bertebaran bunga-bunga tanjung keemasan. Motif ini juga mempunyai makna filosofis yaitu manusia berada dalam samudera kegelapan dan di sanalah selalu ada terang pengetahuan bagai bintang-bintang.
Motif ini juga biasa dikenakan pada saat acara pernikahan. Maknanya adalah harapan agar cinta kasih mempelai terus berkembang dan terjaga dalam kebahagiaan. Seperti cinta Paku Buwono III kepada Rara Beruk. Ya, motif batik nan cantik ini diciptakan Rara Beruk. Putri seorang abdi dalem bernama Mbok Wirareja. Truntum adalah nama motif yang dititahkan Raja Surakarta, Paku Buwono III (bertahta 1749–1788).
Motif truntum tercipta kala suatu malam, perhatian Rara Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang gelap. Itulah mengapa motif truntum berlatar hitam.
[caption id="attachment_234558" align="alignnone" width="900"] Batik Semen Rama[/caption]
Motif Semen Rama, gambaran kehidupan yang bersemi, berkembang menuju makmur. Motif batik ini merujuk harmoni Triloka atau Tribawana. Paham tiga dunia. Jiwa, Ruh dan Raga. Pemakainya diharapkan tetrap berada pada kesadaran jiwa/pikiran, kesadaran ruh dan kesadaran raga. Motif ini muncul pada masa Surakarta dipimpin Pakubuwono IV (1788-1820).
[caption id="attachment_234573" align="alignnone" width="813"] Batik Parang Barong Hanyokrokusumo[/caption]
Motif Parang Barong. Di Yogyakarta, motif ini tidak boleh dipakai sembarang orang. Motif parang barong hanya dipakai oleh raja. Motif Parang, semakin besar ukurannya, semakin tinggi status sosialnya. Parang Barong diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (Raja Mataram I) yang bermakna pengendalian diri, kebijaksanaan gerak, dan kehati-hatian bertindak.
[caption id="attachment_234582" align="alignnone" width="1024"] Simbol Gurdo/ Garuda[/caption]
Motif Gurdo. Gurdo adalah Garuda, Garudheya. Gurdo ini adalah simbol pencapaian material maupun spiritual tertinggi. Garuda adalah tunggangan Dewa Wisnu. Pada masa Raja Airlangga, garuda digambarkan sebagai kendaraan Raja Airlangga mencapai Nirvana. Gurdo adalah motif batik kesukaan Presiden RI Soeharto. Bagi beliau adalah lambang pencapaian, kepemimpinan, dan kesuksesan.
Batik, Pesan Harmoni Nonverbal
Batik adalah seni gambar bernilai sangat tinggi. Batik adalah bagian luhur dari budaya Jawa. Dalam gambar atau motif batik termaksud filosofi Jawa. Filosofi hasil pengolahan jati diri melalui laku maupun meditasi. Hasilnya adalah mitos maupun mistik yang terus berkembang hingga sekarang. Pengejawantahannya tergambar pada motif atau corak-corak batik.
Motif dalam batik adalah sarana komunikasi tradisional antara si pemakai dengan semesta. Motif batik memuat lambang-lambang atau simbol-simbol pranata harmoni. Motif batik tradisional sejatinya adalah pesan nonverbal.
Harmoni tercipta ketika ada keselarasan antara manusia, ruang dan waktu. Artinya ada pemolaan yang sengaja digambarkan pada motif batik, warna batik, bertujuan mencipta harmoni. Sekaligus sebagai “ungkapan tak terkata” yang menjadi harapan atau doa seseorang atau kelompok orang. Tapi itu jaman dahulu ...
Kini, Batik menjadi karya seni yang warna-warni. Batik kaya corak dan merdeka dari ikatan mitos maupun mistis. Motifnya kaya gaya dan gambar. Batik menjadi sandangan yang asyik dikenakan. Anak-anak muda kini juga makin banyak yang menjadikan batik sebagai pemerkaya mode dan kreatifitas.
Bahkan, Jessica Alba, Rachel Bilson, Dakota Fanning, Reese Witherspoon, Paris Hilton, dan almarhum Nelson Mandela pernah viral karena mengenakan batik. Batik telah jadi ekspresi bersanding yang asyik!
Catatan:
Ki Ageng Henis dianugerahi tanah oleh Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya di Laweyan, Surakarta. Di sinilah Ki Ageng Henis mengajari teknik membatik. Hingga kini Laweyan masih menjadi sentra batik. Ki Ageng Henis inilah cikal bakal dinasti Mataram. Ini tertulis dalam Serat Kandha.
Serat Kandha adalah karya sastra bahasa Jawa Baru, ditulis secara anonim pada abad ke-18. Serat ini bersumber pada kitab babad tradisi pesisiran pada abad ke-16 dan 17. Serat Kanda berisi sejarah dinasti Mataram yang bercampur mitos dan legenda. Serat ini juga mengisahkan penyebaran agama Islam oleh para wali di Jawa pada abad ke-16. Sekitar tahun 1800, seorang pejabat tinggi pemerintahan di Semarang meminta diterjemahkannya serat ini ke dalam bahasa Belanda. Hasil terjemahan itu kini masih disimpan di Museum Nasional Jakarta. Naskah asli serat ini disimpan di Leiden, Belanda.
Rara Beruk adalah rakyat jelata yang akhirnya menjadi permaisuri kedua Paku Buwono III bergelar Kanjeng Ratu Kencono. Perkawinan mereka dikaruniai seorang putra, Kanjeng Pangeran Purboyo, yang kelak menjadi Paku Buwono IV (1788).