Kentongan dipukuli bertalu-talu. Bedug Masjid dihantam bertubi-tubi. Lembah Gunung Kedut berdenyut-denyut. Penduduk Kampung Kenyot berduyun mendatangi Rumah Bacot. Ada apakah gerangan? Saat itu pukul tujuh. Seperempat jam sebelumnya. Mentari tersenyum hangat menyeruak kabut. Burung Bulbul terbang tergesa-gesa.
Mendarat menclok di jendela rumah. Ada kabar yang dibawa burung Bulbul untuk tuan Rumah Bacot. Kabar gembira nan menghebohkan. Ada pertarungan, katanya singkat. “Siapa?” tanya Mbah Sastro. “Banyak! Ada Siluman Sakti, Setan Merah, Serigala Hitam yang akan bertarung. Turut pula Jet Matic, Mekel Jeksen, Genk Motor juga Roket Terbang dan Peluru Nyasar. Banyak lagi nama-nama beken yang turun gelanggang,” jawab Bulbul.
“Dimana mereka bertarung?” tanya Sang Marbot Langit. “Bumi Madura akan jadi arena laga. Pasti heboh!” jawabnya. Bulbul = Merbah = Cucak Sekedar tahu saja, burung Bulbul habitatnya di hutan-hutan dan semak-semak belukar di wilayah Eropa dan sering berimigrasi ke wilayah Asia Barat Daya. Tapiiii … habitat aslinya di wilayah Amerika Utara dan Amerika Barat. Penghuni bumi Eropa dan Amerika menyebut burung Bulbul dengan Nightingale. Sedangkan manusia penghuni jazirah Arab menyebutnya Bulbul.
Manusia Indonesia menamai jenis burung kicau ini Merbah atau manusia Jawa menyebutnya cucak-cucakan. Burung Bulbul/Merbah/Cucak di Indonesia sedikitnya memiliki 27 jenis, diantaranya: Cucak Rawa (Pycnonotus zeylanicus), Cucak Kuning (P. melanicterus), Cucak Kutilang (P. aurigaster), Cucak Gunung (P. bimaculatus), Merbah Cerucuk (P. goiavier), Merbah Belukar (P. plumosus) dan Empuloh Janggut (Alophoixus bres).
Nama Unik dan Sangar Siap Berlaga
Kembali ke kabar burung. “Mereka telah resmi terdaftar! Ini daftar nama mereka yang hendak berlaga!” seru burung yang dikisahkan berusaha memadamkan api Raja Namrudz saat menghukum Nabi Ibrahim.
Tuan Rumah Bacot mengulurkan tangannya yang lembut perkasa, menggapai kertas dari paruh mungil Bulbul. Tatapannya serius. Ada 24 nama yang tercatat.
Inilah daftar nama peserta Karaben Sape 2014. “Ide pertarungan ini darimana?” “Kiai Ahmad Baidawi atau Pangeran Katandur. Beliau adalah seorang ulama Sumenep.” “Bagaimana ceritanya?” “Sebentar … Ini kita lagi ngomongi Keraban loh, Mbah.”
“Keraban?” “Iya, Keraban Sape. Itu yang tadi dibaca adalah daftar nama-nama sapi. Banyak manusia bilang Karapan atau Kerapan, sama saja. Keraban itu intinya ya balapan sapi yang dikendarai joki menggunakan kaleles, Mbah.”
Kerapan Sapi Tradisional Semadura memperebutkan piala bergilir Presiden RI tahun 2014 Kata Keraban sejatinya berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat dan dilepas bersama-sama atau berbondong-bondong.
Nah, saat itulah mereka pada iseng kebut-kebutan memacu sapi. Bulan berganti tahun, jadilah tradisi unik yang dilombakan. “Wooo ... Lhadalah! Dasar manuk!” Keduanya tertawa terbahak. Es teh setengah manis mereka sruput.
Mbah Sastro makin penasaran pada cerita Bulbul. Rokok lintingan tembakau Wonosobo campur klembak dan kemenyan dihisapnya dalam-dalam. Asap pekat mengepul dari mulutnya seperti di film Pengkhianatan G30S/PKI besutan Arifin C Noer.
Sssttt … kabarnya, film ini akan dibikin ulang dan disesuaikan untuk generasi milenial loh … Syiar Islam dan Keraban Sape “Bagaimana awal mula pertarungan itu?” tanya Mbah Sastro “Begini …” Bulbul menarik napas panjang. Nampak memeras ingatannya, mundur jauh ke abad 15 Masehi.
Ini gagasan Kiai Ahmad Baidawi diutus Sunan Kudus berdakwah di Madura pada sekitar abad ke-15 M. Kiai ini hanya dibekali dua buah jenggel jagung (tongkol jagung). Di Sepudi, Sumenep, beliau mengajari cara bercocok tanam jagung kepada masyarakat.
Konon, jagung ini ajaib. Setelah ditanam, langsung tumbuh cepat dan sehari kemudian siap untuk dipanen. Konon loh ini … Konon! Saking ahlinya urusan tanam-menanam atau tetandur. Juga paham urusan tanaman atau tanduran maka masyarakat Sumenep menjulukinya Pangeran Katandur.
Masyarakat dari seluruh pelosok Madura berduyun-duyun mendatangi Kiai Ahmad Baidawi untuk belajar bercocok tanam ajaib semacam itu. Namun, beliau hanya akan bersedia mengajari dengan beberapa syarat. “Loh membagi ilmu yang bermanfaat kok pakai syarat?” Marbot langit mengernyitkan dahi.
“Ini kan bagian dari syiar Islam, Mbah. Karenanya syaratnya juga selaras dengan Islam.” “Apa saja syaratnya?” “Syaratnya pertama, saat mau melubangi tanah, mereka harus membaca kalimat basmalah. Kedua, saat memasukkan biji jagung ke lubang tadi, harus membaca dua kalimat syahadat. Terakhir, saat memanennya harus pula membaca kalimat hamdalah.” jawab Bulbul.
“Apa hubungannya dengan keraban itu tadi, Bul?” “Ini soal membajak tanah. Untuk membantu manusia membajak tanah, dipilihlah Sapi. Saat musim panen tiba, mereka bersedekah bumi, mengucap syukur dan menggelar balapan sapi.” “Oh, begitu ceritanya, Bul?”
Piala Bergilir Presiden RI tahun 2014 diperebutkan pada lomba karapen sapi 2014 di Pamekasan, Madura. Nama-nama Unik Sapi Keraben “Mbah, pengin tau nama-nama sapi balap lainnya di Madura gak?” tanya Bulbul. Mbah Sastro tertawa mengakak,“Mau, Bul.” Inilah daftar nama unik Sapi Balap Karaben 2018.
“Itulah yang disebut karaben karena pakai sapi. Kalau yang dipakai balapan adalah kerbau namanya Mamajir. Adu cepat kerbau ini ada di Pulau Kangean sono.” kata Bulbul. “Kapan karaben sapi digelar?” “Sekarang ini. Disiarkan juga di telepisi, Mbah. Ajak semua manusia Kampung Kenyot nonton.”
Begitulah maka kentongan dipukuli bertalu-talu. Bedug Masjid dihantam bertubi-tubi. Lembah Gunung Kedut berdenyut-denyut. Penduduk Kampung Kenyot berduyun mendatangi Rumah Bacot. Menonton karaben sape beramai-ramai.