Asap dupa hio mengepul pekat. Aroma wangi tercium menyengat. Gumam mantra entah berantah terdengar sayup. Lembut jemari angin menggerayangi sesiapa yang datang mendekat. Para penjerat jiwa-jiwa menyeringai lapar. Ada jamuan lezat yang siap disantap.
Nyawa namanya. – Gunung Kawi benar-benar terlihat pulas. Tiada aktifitas vulkanik maupun tektonik. Bagai Kumbakarna, bertahun-tahun Gunung Kawi tidur, tidak menorehkan catatan letusan. Banyak yang percaya, sekalinya Gunung Kawi meletus maka akan memicu sangkakala kiamat meraung-raung. Ambyar jagat ini!
Mbah Sastro serius menatap Sang Raja Kera, Sun Go Kong. “Begitulah yang dipercaya masyarakat pejalan mistik. Gunung Kawi dipercaya sebagai perpustakaan jagat babad misteri dan legenda maupun mitos,” lanjut sang tuan Rumah Bacot ini. “Gitu ya, Mbah?” tanggap Go Kong sambil menggaruk-garuk badannya. “Iya Kong.
Apalagi Gunung Kawi juga menjadi pilihan para sesepuh dunia mistik untuk peristirahatan terakhir mereka. Pun, masyarakat kini mengeramatkan makam-makam itu.” Go Kong makin penasaran, “Kenapa begitu?” Mbah Sastro hanya tersenyum lalu menyeruput es teh sereh setengah manis. Obrolan makin seru nih, dia bergumam.
Untung tadi batal ke Kuningan nonton Pesbukers. Memang pagi itu sengaja Mbah Sastro tidak pergi ke sawah. Mumpung langit cerah, mentari benderang hangat, udara belum tercemar ocehan manusia, dimanfaatkannya untuk senam kesegaran rohani sejenak.
Cukup di halaman depan Rumah Bacot, gerak badan hidup mampu menggetarkan langit dan bumi. Vibrasi getaran ini dirasakan Sun Go Kong yang sedang melamun di Gunung Huaguo, Yuntai, sekitar tujuh kilometer dari kota Lianyungang di Provinsi Jiangsu. Gunung Huaguo adalah kerajaan Go Kong memimpin jutaan kawanan kera.
Gunung Huaguo ini juga tempat bermukim berbagai siluman dan makhluk gaib lainnya. “Kamu ngapain ke sini, Kong?” “Cari pencerahan, Mbah?” “Tentang apa?” “Gunung Huaguo tempat saya tinggal. Saya pikir-pikir sepertinya mirip Gunung Kawi, Mbah.”