Waspada! Bayi Prematur Rawan Mengalami Kebutaan Permanen

BAYI SOSIALISASI 3 (Foto : )

Bayi prematur rawan mengalami kebutaan permanen, di Indonesia kasus Retinopathy of Prematurity (R-O-P) dari tahun ke tahun kasusnya meningkat. newsplus.antvklik.com Bagi para orang tua yang mempunyai bayi dengan riwayat kelahiran prematur diminta  untuk waspada dan segera memeriksakan mata bayinya ke dokter mata dengan melakukan skrining mata atau Retinopathy of Prematurity (R-O-P). Hal ini penting dilakukan karena dikhawatirkan si bayi bisa mengalami kebutaan permanen. Prihatin dengan terus meningkatnya angka kebutaan pada bayi yang lahir secara prematur, sebuah klinik mata melakukan sosialisasi kepada para orang tua yang memiliki bayi dengan riwayat kelahiran prematur. Sosialisasi ini dianggap penting agar para orang tua memahami dan segera melakukan langkah pencegahan dengan memeriksakan mata bayinya kepada dokter mata. Bayi yang dilahirkan secara prematur berisiko memiliki retina mata yang belum matang. Kondisi ini dapat membuat bayi prematur rentan terhadap ancaman kebutaan akibat Retinopathy of Prematurity (ROP). ROP merupakan suatu kelainan perkembangan pembuluh darah retina di mana perkembangan pembuluh darah belum mencapai bagian tepi retina. Kondisi ini berpeluang menyebabkan terjadinya retina lepas yang berakibat pada kebutaan. ROP terdiri atas lima stadium di mana stadium lima merupakan stadium terberat dengan risiko kebutaan. Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, ROP bisa berkembang dan menyebabkan kebutaan hanya dalam waktu satu bulan. Sayangnya, gejala-gejala ROP pada bayi prematur cukup sulit terdeteksi karena usia bayi yang masih sangat muda. Dari luar, tampilan mata bayi prematur yang mengalami ROP pun tak menunjukkan tanda-tanda khas. Menurut Ketua Komunitas Premature Indonesia, dokter Agung Zentyo Wibowo, untuk bayi yang lahir prematur sebelum cukup bulan yakni 37 minggu memiliki resiko masalah kesehatan. "Salah satu yang paling sering terjadi adalah  Retino Patihy of Prematurity (R-O-P), dimana pada derajat tertentu jika terus memberat karena tidak ditangani  bisa menyebabkan kebutaan permanen pada si bayi,” jelas dr. Agung Zentyo Wibowo. Solusi paling efektif untuk mencegah kebutaan pada bayi prematur akibat ROP adalah deteksi dini atau skrining. Skrining perlu dilakukan pada bayi prematur yang dilahirkan dengan usia kehamilan 34 minggu, pada bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 1.500 gram atau pada bayi dengan keadaan-keadaan lain yang dinilai berisiko mengalami ROP. Skrining harus dilakukan sesegera mungkin setelah kondisi bayi prematur dinyatakan stabil. Skrining juga harus dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu sebelum usia 42 minggu pasca kelahiran. Prosedur skrining dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan penggunaan alat funduskopi indirek. Skrining juga bisa dilakukan dengan menggunakan kamera pencitraan retina digital. Skrining ini sebaiknya dilakukan secara berkala sampai retina dinyatakan sudah matang dan tak lagi memerlukan skrining lanjutan. Terapi yang diberikan akan sangat bergantung pada hasil skrining dan kondisi retina bayi prematur. Beberapa macam terapi yang bisa dilakukan adalah observasi, terapi laser, injeksi obat ke dalam mata hingga virektomi atau pembedahan. Jika dilakukan dengan cepat dan tepat, terapi akan membantu bayi prematur untuk mendapatkan penglihatan yang optimal. Di indonesia data  kasus Retinopathy of Prematurity (R-O-P) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.  Tercatat pada tahun 2017 terdapat 103 kasus bayi yang mengalami Retinopathy of Prematurity (R-O-P). Sedangkan untuk tahun 2019 ini per tanggal 2 agustus sudah 42 kasus terjadi. Karena itu, untuk mengantisipasi terus terjadinya peningkatan kasus tersebut diharapkan bagi para orang tua yang memiliki bayi dengan riwayat kelahiran prematur segera memeriksakan mata si bayi ke dokter mata, supaya diperiksa secara detail. (Sandi Irwanto | Surabaya | Jawa Timur)