newsplus.antvklik.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mencetak sebanyak 1.600 KTP elektronik, untuk Warga Negara Asing (WNA) yang memenuhi syarat.
Meski dalam peraturan disebut WNA tidak memiliki hak pilih pada Pemilu Serentak 17 April 2019 mendatang, namun hal ini membuat khawatir Sekretariat Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Menurut Ketua Sekretariat Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Mohamad Taufik, dirinya tidak yakin bila petugas di lapangan paham akan peraturan tersebut.
"Saya yakin bahwa PPIK, PPS bahkan KPPS enggak paham kalau ada orang (WNA) yang punya KTP tapi tidak punya hak pilih. Dalam undang-undangnya, yang punya KTP elektronik punya hak pilih. Karena itu perlu dibuka, setelah dibuka disosialisasikanlah oleh KPU pada KPPS, pada PPS," katanya.
Taufik menyebut pasca ditemukannya WNA yang memiliki KTP-el di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang menjadi isyu KTP-el orang asing untuk kepentingan Pemilu, pihaknya langsung berinisiatif membentuk Laskar Pencegahan Kecurangan, yang terdiri dari relawan dan kader. Mereka akan mendapat pelatihan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Nantinya mereka akan ditempatkan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), untuk mengawasi dan mencegah adanya WNA yang mencoblos,” ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menegaskan, Warga Negara Asing (WNA) memang diwajibkan memiliki KTP elektronik (KTP-el), apabila mereka memiliki izin tinggal tetap di Indonesia dan berumur lebih dari 17 tahun.
[caption id="attachment_198023" align="aligncenter" width="300"] Bahtiar - Kapuspen Kemendagri[/caption]
Lebih jauh Bahtiar menuturkan, tenaga kerja asing dengan kondisi tertentu, wajib memiliki KTP-el, sesuai Pasal 63 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
Ayat 1 Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 dijelaskan bahwa, Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap, yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin, wajib memiliki KTP-el. Pada ayat 3 undang undang ini, KTP-el seperti dimaksud pada ayat 1 berlaku secara nasional.
Kemudian ayat 4 Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 juga menjelaskan bahwa Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana, paling lambat 30 hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
Pada ayat 5 UU Nomor 24 Tahun 2013 menyebutkan, Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.
Kemudian pada ayat 6, penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya memiliki 1 KTP-el.
Bahtiar menambahkan berdasarkan, UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, bahwa penduduk di Indonesia dibagi dua yakni, WNI dan WNA. Sama seperti WNI, KTP-el juga diwajibkan dimiliki oleh WNA.
Ketentuan tersebut, terang Bahtiar, sudah berlaku sesuai UU dan pihak Kemendagri hanya menjalankan UU yang dibentuk bersama DPR dan Pemerintah, seperti halnya berlaku pada negara lain.
“Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden, itu saja. Jadi, bukannya KTP-el itu tidak diperbolehkan untuk WNA, malah justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, memiliki KTP elektronik,” katanya.
Bahtiar menambahkan, meski WNA memiliki KTP-el, namun KTP-el-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu, karena syarat untuk bisa memilih seperti diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Ayat 1 dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia yang memiliki KTP-el, tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih.
Permasalahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan atas nama berbeda seperti yang ditemukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, atas nama Bahar dan masuk dalam DPT (Daftar Pemiih Tetap), harus diselidiki lebih lanjut oleh aparat setempat.
“Hasil penelusuran Ditjen Dukcapil Kemendagri bahwa telah dicek DP4 yang diserahkan Ditjen Dukcapil kepada KPU RI tahunn 2017 yg lalu, tidak ada NIK tersebut dalam DP4. Jadi Kemendagri tidak mengetahui karena yang berwenang menetapkan DPT adalah KPU. Tapi kami pastikan NIK tersebut tidak ada dalam DP4 yang diserahkan Kemendagri kepada KPU RI,” pungkas Bahtiar.
(Alfia Sudarsono | Johanes Bosco | Jakarta)