Rosario Marshal alias Hercules bantah kesaksian Direktur Utama PT. Nila Alam di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, terkait dugaan kasus premanisme oleh kelompoknya.
Newsplus.antvklik.com - Usai disumpah sesuai agamanya masing masing, sembilan orang saksi dimintai keterangannya oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, atas kasus tindak pidana premanisme yang diduga melibatkan kelompok Rosario Marshal alias Hercules.Kesembilan saksi adalah Indra Tjahja Zainal selaku Direktur Utama PT. Nila Alam, dua saudaranya bernama Hartawan Zainal dan Rosalina dan enam orang karyawan perusahaan tersebut.Mereka diminta keterangannya secara estafet oleh Majelis Hakim yang diketuai Rustiyono. Sejumlah pertanyaan dilontarkan kepada para saksi terkait kasus penyerobotan dan pendudukan lahan milik perusahaan yang dilakukan kelompok Hercules.Dalam kesaksiannya, Indra Tjahja Zainal membenarkan terjadinya kasus penyerobotan dan pendudukan lahan, intimidasi dan penarikan iuran oleh kelompok Hercules kepada para pemilik ruko yang menyewa tempat untuk usaha di atas lahan milik PT. Nila Alam."Mereka (kelompok Hercules) menguasai lahan kami. Kemudian karyawan-karyawan kami sering menyampaikan kepada kami supaya datang menemui mereka kalau mau berdamai, tapi saya tidak mau. Para penyewa harus setor uang kepada kelompok Hercules,” jelas Indra.Menanggapinya, Hercules melalui Nuno Magno, Kuasa Hukumnya menyatakan keterangan saksi Indra Tjahja Zainal tidak benar adanya.“Saksi yang tadi (Indra Tjahja Zainal) tidak melihat langsung, tidak menyaksikan langsung, tidak datang ke lapangan pada tanggal 8 Agustus 2018. Beliau hanya mendengar dari security atau penjaga lahan tersebut. Jadi dia hanya sebatas tahu itu, jadi semua itu bukan dilihat sendiri, tetapi semua itu adalah keterangan dari orang lain,” bantah Nuno.Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Sebelumnya, kasus ini berawal dari sengketa lahan antara PT. Nila Alam dengan ahli waris Tyo Ju Ao. Melalui Handi Mursawan, Hercules mendapat mandat dari ahli waris untuk memasang plang di atas lahan milik perusahaan. Kedua belah pihak mempunyai dasar hukum kepemilikan lahan, berpegang pada dasar hukum Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, namun berbeda tahun yakni 1990 dan 2004. (Suhirman / Jakarta)
Baca Juga :