Penggunaan perempuan dalam narasi kebohongan dalam kasus Ratna Sarumpaet adalah menyakitkan kaum perempuan itu sendiri.
"Sebagai politis perempuan hal yang paling menyakitkan bagi saya dari kejadian kemarin adalah bagaimana kata perempuan digunakan dalam narasi kebohongan publik yang dibangun," kata Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kemenangan Nasional Jokowi Maruf Amin, Meutya Hafid.
Meutya merasa menjadi korban kebohongan itu. Menurutnya, seharusnya sebagai perempuan harus berjuang meningkatkan harkat dan martabat. Menurut Meutya Hafid, narasi perempuan itu digunakan untuk merebut simpati.
"Kata perempuan itu digunakan baik dalam konpers pak Prabowo maupun di sosial media, digunakan untuk menggugah simpati publik kepada sebuah kebohongan, atau sesuatu yang tidak diyakini kebenarannya,"katanya.
Meutya memberikan contoh penggunakan diksi dengan membawa nama perempuan."Kasian ini perempuan dan lain-lain,"katanya.
Kejadian kemarin (Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet, red) juga merupakan kemunduran, dalam kerja dan perjuangan membawa harkat dan martabat perempuan, terutama di politik, "Karena pelaku dan banyak korbannya perempuan.
Bahkan mencatut nama-nama pahlawan perempuan, untuk meminta masyarakat bersimpati dengan kebohongan,"katanya. Meutya Hafid menunjuk Hanum Rais yang memekai Cut Nya Dien untuk membuat simpati pada Ratna Sarumpaet.